Selasa, 24 Juni 2008

MELIHAT NILAI EKONOMI SEORANG WANITA

Sebelumnya membaca tulisan ini, khususnya para wanita, saya berharap tidak menimbulkan kontroversi yang berlebihan. Tapi kritik dan diskusi yang damai sangat saya harapkan. Saya tidak bermaksud mencela siapa-siapa dalam wanita, dan dalam tulisan ini adalah pandangan pribadi, tidak mewakili seluruh pria di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Suatu hari saya ngobrol dengan seorang teman yang usianya cukup matang. Namun sayang sampai saat itu dia belum juga menikah, padahal secara financial dia cukup. Saya sempat bertanya apa criteria wanita yang menjadi pilihannya, sehingga sampai sekarang belum menikah. Beberapa jawabannya sempat membuat kaget. Dia mencari wanita yang berdada besar dan berpinggul besar. Waaaw….apakah ini criteria fisik untuk memuaskan nafsunya. Eit..tunggu dulu, ternyata ada penjelasan yang masuk akal dan menguntungkan secara ekonomi.

Wanita yang berdada besar selain memperlihatkan keseksiannya, juga memperlihatkan kesuburan air susunya. Dengan ukuran dadanya yang besar bisa menghasilkan air susu ibu (ASI) untuk anak-anaknya sangat banyak, selain untuk ayahnya he…Dia menjelaskan bahwa dengan pemberian ASI dapat menguatkan ketahanan tubuh dan meningkatkan kecerdasan sang anak. Selain itu, dari sisi ekonomi juga menyelamatkan “kantung” si Ayah. Karena kita tahu harga susu bayi saat ini sangat mahal, apalagi yang import. Ditambah naiknya harga kebutuhan bahan pokok dan nilai inflasi yang terus naik. Hal ini tentu sangat menguntungkan. Apalagi setelah beberapa waktu lalu tersebar kabar bahwa beberapa produk susu bayi tercemar dengan bakteri yang dapat membahayakan kesehatan sang anak. Tentu dengan itung-itungan ekonomi, memilih ASI sangat menguntungkan. Hal ini juga yang membuat saya berfikir untuk mengikuti selera sang teman untuk memilih wanita berdada besar dengan alasan logis tersebut.

Lalu bagaimana dengan wanita berpinggul besar. Secara anatomi, wanita berpinggul besar mudah melahirkan anak. Kembali secara itung-itungan ekonomi tentu sangat menguntungkan. Bayangkan berapa uang yang harus kita keluarkan apabila istri kita melahirkan secara sesar (dengan pembedahan). Belum biaya perawatan rumah sakit yang semakin besar. Kita harus mengeluarkan jutaan rupiah untuk satu kali melahirkan. Bayangkan kalo istri kita melahirkan 2 sampai 3 kali. Waaw…nilainya cukup besar. Kelebihan ukuran pinggul ini sangat menguntungkan apabila dari sisi ekonomi keluarga. Jadi saya berfikir lagi, benar juga criteria yang diajukan teman saya dalam memilih pasangan hidupnya dengan alasan logis yang disebutkan tadi.

Kriteria yang disebutkan diatas dan alasan ekonomi yang dikemukakan tadi bisa jadi pertimbangan para pria untuk mencari pasangan hidupnya, selain rasa “cinta” dan cocok dengan pasangannya. Namun sekali lagi, saya tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan wanita yang berdada kecil dan berpinggul sempit dan memaksa semua pria untuk memilih wanita berdada besar. Karena saya percaya setiap orang punya “selera” masing-masing dan sudah ada jodoh yang di berikan Tuhan kepadanya.

HIKMAH DALAM CELA-MENCELA

Judul tulisan yang mungkin terasa aneh di sebagian besar telinga orang. Mana ada hikmah yang dapat diambil dari perbuatan mencela. Eits..tunggu dulu. Mungkin prinsip “positive thinking” harus kita terapkan dalam hal ini. Pengalaman saya dalam kasus cela-mencela adalah ketika naik gunung pertama kali bersama seorang senior di SMU dulu. “Hobi” senior saya ini adalah mencela mulai dari berangkat, dalam perjalanan, sampai pulang. Kesan yang pertama muncul dalam diri saya adalah dongkol dan berharap bertemu jurang, sehingga bisa menjorokkan “sang senior” kedalamnya (he..maap ye). “Sang Senior” bercerita bahwa setiap naik gunung, minimal 3 orang. Alasannya selain untuk kemanan juga bisa menjadikan salah seorang temannya jadi korban celaannya. Karena tanpa mencela, perjalanan jadi gak asik.

Tapi setelah kenal lama dengan “sang senior”, ternyata mencela adalah prinsip hidupnya. Menurut dia pula mencela adalah memotivasi orang lain untuk menjadi lebih baik. Waaw sebuah kata-kata bijak yang aneh untuk di mengerti. Tapi kalau kita berfikiran positif, hal ini bisa menjadi benar. Kita tahu manusia adalah organisme yang tidak lepas dari namanya kesalahan. Tentu kita sadar banyak kesalahan yang kita lakukan setiap waktu. Menurut saya, dengan celaan yang saya terima merupakan sebuah “kekurangan” yang harus diperbaiki. Saya harus jadikan celaan tersebut sebagai “energi untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Jangan pasrah terhadap celaan yang kita terima, apalagi merasa sakit hati. Hal itu merupakan kemenangan terbesar seorang “pencela” dan kehancuran total dari korban yang dicela. Malah yang paling parah adalah kita bisa dijadikan “target dan sasaran” untuk para pencela.

Maka yang harus kita lakukan terhadap celaan adalah menerima dengan santai celaan tersebut dan menjadikannya menjadi “energi” untuk memperbaiki kekurangan yang kita miliki. Hal yang paling penting adalah jangan pernah menyerah, sakit hati, dan pasrah terhadap celaan. Saya selalu berprinsip apabila hari ini dicela, besok harus mengupgrade diri supaya jangan jadi “korban” atau setidaknya posisi saya tidak jadi bahan celaan, kalau tidak bisa menjadi pencela he…
Prinsip yang paling utama menurut saya adalah positive thinking.

TANTANGAN ADALAH ANUGERAH

Saya kadang suka bingung dengan perilaku orang-orang (termasuk saya) yang mengeluarkan materi dan energinya untuk melihat yang sebenarnya ada di sekitar kita setiap hari. Sebagai contoh kita rela jauh-jauh pergi ke Bali hanya untuk berjemur dan melihat matahari tenggelam. Padahal setiap hari saya ngomel-ngomel dalam hati ketika berada di bis kota atau berjalan di jalanan yang penuh dengan matahari. Malah saya sering tidak peduli ketika melihat matahari tenggelam di jalan sewaktu akan kembali ke rumah. Atau contoh yang paling ekstrem adalah mendaki gunung hanya untuk melihat matahari terbit. Hal ini pernah saya lakukan ketika pertama kali naik gunung Gede dan rela berangkat jam 4 subuh dari kandang badak untuk melihat sang surya terbit.

Sebenarnya apa bedanya matahari tenggelam di Bali dengan tempat tinggal saya di Depok? toh sama-sama terbenam di sebelah barat. Atau kenapa saya rela membawa ransel sebesar “kulkas dua pintu”, bangun pagi dan mengeluarkan keringat tanpa sarapan sebelumnya untuk mendaki, hanya untuk melihat sang surya terbit ? Apakah istimewanya matahari terbit di Puncak Gunung Gede, toh sama-sama dari sebelah timur.

Setelah saya mengalami fenomena itu semua, saya sadar bahwa suasana, tantangan, dan tantangan adalah jawabannya. Ketika saya harus mengeluarkan tenaga untuk mendaki sampai keringat bercucuran, dan ketika mencapai puncak, rasa kepuasan yang tidak terhingga muncul di dada. Saya lupa dengan rasa lelah menanjak, rasanya segar dengan keringat yang keluar, dan rasa bangga telah menaklukkan tantangan yang ada di depan. Memang benar sang surya tetap terbut dari sebelah timur, tapi suasana hati yang begitu menyenangkan menganggap peristiwa tersebut sangat fenomenal dan sulit terlupakan. Berbeda ketika saya setiap hari melihat matahari dari jendela kos, sangat biasa, tidak ada yang fenomenal, dan kadang-kadang “kesal” karena artinya haruis bangun untuk menjalankan rutinitas. Hal ini karena tidak ada tantangan yang harus kita hadapi untuk mendapatkan atau menyaksikan peristiwa tersebut.

Oleh sebab itu, semua kejenuhan, permasalahan dalam aktivitas kita sehari-hari wajib kita anggap sebagai tantangan hidup. Hal ini dapat menjadikan kehidupan kita menjadi fenomenal dan menjadikan hidup kita lebih berwarna. SEMOGA!

Senin, 02 Juni 2008

kisah hidupku

Aku dilahirkan di bumi ini dari sebutir telur. Aku dilahirkan di danau yang indah yang di penuhi oleh tanaman bunga yang cantik. Suatu hari aku penasaran tentang bagaimana proses keberadaanku di bumi ini. Aku pun bertanya kepada Ibu. Dengan wajah santai beliau mengajak ku ke pinggir danau yang saat itu sedang diterangi rembulan.

Ibu mulai menceritakan kisahnya dengan senyum di bibirnya. Ketika masih muda belia, Ibu suka bermain di pinggir danau yang indah, seperti tempat kelahiranku. Ketika sedang bermain bersama teman-temanya, tiba-tiba terdengar suara nyanyian yang merdu di balik tanaman bunga. Ibu sering mendengar nyanyian seperti ini, namun kali ini sangat berbeda. Suaranya begitu khas, yang menggambarkan betapa jantannya pemilik suara tersebut. Akhirnya Ibu mendekati asal suara tersebut, dan terlihat lelaki yang tampan da kuat sedang bernyanyi. Suaranya pun segera terhenti ketika melihat sosok Ibu. Dia tersenyum tersipu malu. Ibu pun membalas senyuman tersebut. Kemudian mereka saling menyapa.

Mulai saat itu terjadi perbincangan yang menarik antara mereka berdua. Mereka kelihatannya cocok, dan akhirnya pejantan tersebut menjadi menjadi pasangan Ibu dan juga Ayahku. Mereka berdua memutuskan untuk melanjutkan hubungan tersebut lebih serius. Setelah beberapa waktu, akhirnya aku dan saudara-saudaraku lahir. Kami lahir hampir bersamaan waktunya. Ketika lahir, aku belum memiliki tangan dan kaki, bernapas menggunakan insang, dan memiliki ekor sehingga memudahkan untuk hidup di dalam air. Aku ingat benar ketika kecil, aku pandai berenang, menangkap plankton dan bahkan serangga air untuk dijadikan santapan. Aku biasanya langsung melahap mangsa yang kudapat dengan lahap. Pada saat itu aku dipanggil “kecebong” atau “berudu”. Namun seiring waktu, aku tumbuh dan berkembang. Kedua kaki dan tanganku muncul. Aku semakin lihai berenang di dalam air, sampai akhirnya ekorku menghilang, tangan dan kakiku tumbuh sempurna. Peristiwa ini sempat membuat aku takut. Dalam hatiku bertanya “apa yang sebenarnya terjadi pada diriku?”. Namun saudara tertuaku menjalaskan bahwa, ini adalah proses alamiah kehidupan bagi bangsa kami. Itu dinamakan sebagai proses metamorfosis, proses perubahan yang bertahap menuju tahap pendewasaan. “Itulah proses kehidupan, bersifat dinamis, berubah dari waktu ke waktu” kata saudara tertuaku. Sampai saat ini, aku pun masih ingat dan menjadikannya sebagai moto hidup.

Sekarang aku sudah menjadi dewasa. Aku memiliki tangan dan kaki yang sempurna, jari tangan ku berjumlah empat dan jari kaki ku berjumlah lima. Aku memiliki kaki yang lebih panjang dan kuat dari tangan. Aku bisa melompat jauh apabila dalam keadaan bahaya. Aku sekarang bisa hidup di darat dan bernapas menggunakan paru-paru dan dibantu kulit. Aku baru menyadari bahwa kehidupan di darat lebih indah, lebih berwarna dan menantang dibanding di dalam air. Aku melompat kesana-kesini, bertemu dengan banyak makhluk hidup, melihat warna-warni tumbuhan di sekitar tempat tinggal ku. Namun aku tidak bisa selamanya tinggal di darat. Sewaktu-waktu aku harus kembali ke air, karena tubuh ku harus selalu lembab. Aku selalu membutuhkan air, kelembaban udara yang tinggi, dan serangga yang banyak sebagai sanatapanku he....Ini juga salah satu alasan aku untuk beraktivitas di malam hari, karena matahari bisa membakar kulit ku.

Aku ingat pertama kali berburu mangsa ketika di darat. Aku berusaha menggunakan tangan dan kakiku untuk menangkap mangsa, namun selalu gagal. Kemudian aku melihat teman-temanku yang lain. Ternyata mereka menggunakan lidahnya untuk menangkap buruannya. Aku pun mencobanya, dan berhasil ha…. Mataku yang besar sangat membantu dalam menemukan mangsa. Aku bisa melihat mangsaku dengan jelas, dan “hap” lidahku sudah mendapatkannya.

Suatu malam aku sedang berjalan di pinggir kolam yang banyak di tumbuhi bunga-bunga yang cantik. Cahaya bulan bersinar terang yang menambah keindahan malam itu. Tiba-tiba terdengar nyanyian dari balik semak di ujung kolam. Nyayian yang begitu indah dan aku pun terpesona mendengarnya. Aku sangat kagum mendengar suara tersebut. Aku pun mendekati arah datangnya suara, dan terlihat pejantan yang gagah sedang bernyanyi dengan santai. Dia mengeluarkan suaranya yang nyaring dan kantung suaranya kembang-kempis, sangat mempesona. Tapi aneh, kenapa aku hanya tertarik pada suara dia, padahal di sekeliling ku banyak suara lain. Tiba-tiba hati ku berdebar kencang ketika pejantan itu melihat ke arahku sambil tersenyum ramah. “oh..ada apa dengan diriku” dalam hati. Pejantan tersebut mendekati dan menyapaku dengan sopan. Aku semakin salah tingkah. Mungkin ini juga yang dirasakan oleh Ibuku pada waktu itu. Pejantan itu memulai pembicaraan dan itu adalah awal “ kencan” kami.

Pembicaraan terus berlanjut, kami menemukan kecocokan satu sama lain, dan akhirnya hubungan kami berlanjut ke tahap yang lebih serius. Pada akhirnya aku memutuskan bahwa dialah yang akan menjadi pasanganku dan membuahi telur-telur yang aku miliki. Aku mengeluarkan banyak telur dan berharap bahwa akan muncul-muncul generasi penerus di kemudian hari. Itulah kisah hidupku..kisah seekor KATAK.